"Gaji pertama saya cuma seekor anak anjing."
- Theresia Dwiaudina, Bidan Desa Uzuzozo, Kabupaten Ende, Nusa Tenggara Timur -
Theresia Dwiaudina Sari Putri ingat betul seekor anak anjing yang bernama Spot, yang diberikan kepadanya. Lantaran dana desa yang belum turun, sehingga gaji nya tertahan, Kades saat itu berinisiatif memberikan seekor anak anjing agar dia tetap bertahan bekerja menjadi bidan di desa tersebut.
Theresia yang akrab dipanggil dinny bekerja di Desa Uzuzozo sejak tahun 2017. Kepala desa Damianus Nangge memintanya untuk menjadi bidan pertama di desa. Lokasi desa yang terpencil dan medan yang cukup ekstrim menyebabkan banyaknya penolakan dari tenaga kesehatan.
Menjadi seorang bidan bukan merupakan keinginan Dinny. Dia hanya menuruti kemauan orang tua. Dinny pun patuh saat orang tuanya menyuruh pulang untuk kembali ke kampung halaman setelah tamat kuliah, meski saat itu dia ditawari pekerjaan yang menjanjikan di surabaya.
"Saya tergerak ingin menjadi bidan di sini untuk membantu masyarakat karena fasilitas kesehatan di sini belum ada dan ditambah akses sulit ke faskes."
Meskipun awalnya mengalami penolakan dari warga karena mereka lebih percaya kepada dukun dibandingkan bidan tetapi Dinny tetap memberikan pelayanan yang terbaik.
Turun Langsung Ke Lapangan
Tepian sungai tak jauh dari Desa Uzuzozo menjadi saksi bisu ketika suara tangis bayi memecah keheningan malam. Tangisan bayi tersebut menjadi kebahagian bagi orang-orang di sekitarnya yakni orang tua serta Bidan Dinny.
Air sungai yang meluap serta jembatan kayu rapuh membuat dirinya harus melakukan persalinan darurat. Tidak ada ranjang kasur yang empuk, sang ibu hanya beralaskan tikar untuk membantunya bersalin. Setelah selesai, dinny dibantu warga sekitar menyebrang sungai untuk ke mengambil obat-obatan di Faskes, sedangkan sang ibu tetap menunggu di pinggir sungai.
Membantu persalinan di pinggir sungai merupakan salah satu kisah heroik yang dialami oleh bidan dinny. Sebelumnya dinny juga membantu ibu melahirkan di atas mobil pick up. Selama bertugas, hampir 90% persalinan dilakukan di jalan, sebelum sampai ke Fasilitas Kesehatan.
Dinny mengatakan bahwa setiap hari adalah hari yang menegangkan, dirinya harus siaga dengan telepon dari warga. "Sewaktu-waktu bisa saja ada yang hendak lahiran, jika pasien kekurangan oksigen, taruhannya adalah nyawa karena jarak Faskes yang terlalu jauh" ucapnya.
Desa Uzuzozo memiliki 104 kepala keluarga terbagi menjadi tiga dusun, yakni Ndetuwaru, Ndetukedho, dan Gomo. Dinny bertugas di Pos Kesehatan Desa (Poskesdes) tanpa listrik, air, dan sinyal yang menyempil di antara ketiga dusun. Setiap hari, menggunakan sepeda motornya, dinny berkeliling desa, mengetuk satu-persatu pintu rumah,memeriksa kesehatan masyarakat desa, terutama ibu hamil serta bayi yang baru lahir.
"Saya harus siap 24 jam untuk pergi ke mana pun. Karena jarak setiap dusun jauh, biasanya saya yang jemput bola ke rumah warga dengan sepeda motor sendiri karena kasihan kalau mereka harus jalan kaki."
Desa Uzuzozo merupakan sebuah desa terpencil dimana penduduknya banyak yang berprofesi sebagai seorang petani, walaupun dengan kekayaan alam yang banyak, realitanya anak-anak di desa tersebut banyak yang terkena stunting.
Data berbicara pada tahun 2023 menurut laporan Survei Kesehatan Indonesia (SKI) dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes), sebanyak 18 provinsi memiliki prevalensi balita stunting di atas rata-rata nasional. Wilayah dengan angka stunting tinggi umumnya berada di Indonesia Timur.
Nusa Tenggara Timur (NTT) kembali menempati posisi tertinggi kedua setelah papua dengan angka balita stunting mencapai 37,9%.
Masalah kebidanan, persalinan bukan satu-satunya persoalan di Desa Uzuzozo. Ternyata dinny juga dihadapkan dengan masalah stunting yang menghantui anak-anak Desa Uzuzozo.
Menurut Dinny, banyaknya kasus gizi buruk dan stunting di desa nya tidak semata-mata soal kurangnya makanan bergizi. Pola asuh orang tua sangat berpengaruh bagi gizi anak-anak.
"Tidak semua orang tua (di Desa) tahu jadwal, tahu cara pemberian makan anak dan tahu gizi yang bagus untuk anaknya. Pola makan anak-anak di sini tidak teratur karena orang tua terkadang tidak mengingatkan anak makan karena kesibukan mereka mengurus ladang." ujarnya.
Dinny juga menemukan persoalan baru, alih-alih memberikan ASI eksklusif dan lanjutan kepada bayi, ada orang tua yang malah memberikan air tajin untuk anaknya dengan berbagai alasan. Susah memang untuk mengedukasi masyarakat namun dirinya tetap mencoba bertahan.
Melebur dengan Adat Istiadat
Selama 6 tahun lebih bertugas, dinny sadar, persoalan di Desa Uzuzozo lebih kompleks dari yang terlihat, layaknya gunung berapi yang berada di dalam laut. Sebenarnya besar namun terlihat kecil, karena tertutup air laut.
Sebagai bidan desa pertama, dirinya mengaku khawatir karena baru tamat kuliah dan belum banyak pengalaman praktik. Penolakan-penolakan sering dialami dinny di awal-awal bertugas.
"Belum ada yang masuk ke desa tersebut, dan saya harus berusaha untuk meyakinkan bahwa program-program saya diterima dengan baik, artinya akan saya bawa desa ini ke hal baru,mereka harus menerima perilaku baru dengan orang baru."
Dinny menceritakan tantangan terbesarnya bukan hanya di masalah kebidanan melainkan menyamakan persepsi masyarakat serta mengajak masyarakat untuk memeriksakan kehamilan dan berobat ke Faskes.
Kepercayaan tradisional dan adat istiadat masih melekat pada masyarakat di Desa Uzuzozo. Hampir semua kegiatan dihubungkan dengan cerita-cerita atau mitos-mitos yang berkembang di desa. Sebelumnya semua ibu hamil ketika akan melahirkan pasti memanggil dukun beranak yang akrab disapa Mama Dukun. Persalinan di lakukan di rumah tanpa prosedur kesehatan serta tanpa alat-alat yang steril dengan resiko kematian ibu dan bayi yang cukup besar. Dinny memutar otak bagaimana caranya bisa mengedukasi warga agar mau melahirkan di Faskes tanpa harus menjadi saingan dari mama dukun. Dia melakukan pendekatan dengan berkunjung ke rumah mama dukun dengan membawa sirih dan pinang yang menjadi favorit sang dukun.
“Saya bilang kita bisa kolaborasi. Saya bantu ibu hamil ketika persalinan dan mama dukun bantu urus anak. Jadi kerja mama dukun juga terbantu lebih ringan, bahkan sekarang mama dukun malah membantu, jika ada ibu yang hamil, mama dukun akan memberitahukan kepada saya.”
Selain persoalan persalinan, masyarakat juga percaya bahwa ketika di imunisasi, jika jarum suntik tidak ditancapkan ke batang pohon maka akan menyebabkan anak-anak demam. Di lain cerita, dinny mengungkapkan bahwa dirinya juga harus membagikan obat cacing di hutan setelah anak-anak pulang sekolah hanya karena kepercayaan bahwa obat cacing tidak akan ampuh (cacing nya tidak akan keluar) jika anak-anak melewati air. Padahal jalur sekolah anak-anak selalu menyeberangi sungai.
“Saya bekerja sebisa mungkin tidak mengurangi tradisi adat. Saya biasanya mencari jalan tengah untuk solusinya. Misalnya imunisasi anak, kepercayaan mereka kalau anak mereka habis disuntik imunisasi, jarum suntiknya ditancapkan ke pohon pisang biar anak enggak demam. Selama enggak mengganggu atau bertentangan dengan medis, enggak apa, nanti jarum suntiknya saya cabut dan saya simpan biar enggak dibuat main,"
Dinny mengaku, tidak banyak mengeluh dalam melayani masyarakatnya, untuk bisa mendapatkan hati warga desa, dia rela log in di semua kegiatan sosial warga, bukan hanya membantu sebagai bidan, dinny juga terkadang menangani korban gigitan ular dan anjing, korban jatuh pohon, orang kerasukan, hingga mendamaikan pertengkaran di desa.
Kesadaran Masyarakat Terbentuk
Perlahan kesadaran masyarakat mulai terbentuk, jerih payah anak pertama dari enpat bersaudara ini terbayarkan. Sejak tahun 2017 hingga sekarang angka kematian ibu dan anak menurun hingga menjadi nol. Semua warga sudah mulai memeriksakan kandungan ke bidan dan melahirkan di faskes sehingga angka kesakitan ibu melahirkan pun turun.
Setiap tahun, sekitar 20 anak mendapat imunisasi lengkap dan anak balita tengkes mendapat bantuan makanan tambahan.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), persentase stunting di Kabupaten Ende terus mengalami penurunan dari tahun ke tahun. Pada 2021, prevalensi stunting mencapai 14%, lalu menurun menjadi 9% pada 2022. Kemudian pada 2023, persentase tersebut kembali melandai menjadi 7%.
Kegiatan posyandu rutin setiap sebulan sekali untuk balita dan lansia. Dinny juga menyiapkan makanan sehat yang bisa dikonsumsi secara gratis menggunakan dana desa seperti bubur kacang hijau. Edukasi tetap dilakukan menyeluruh tentang pola asuh yang benar serta nutrisi yang sehat dan bergizi untuk anak.
Untuk program pemerintah memperbaiki sanitasi, dinny berhasil mengedukasi warga agar membuat toilet sederhana. Caranya sedikit unik namun tetap tegas, dinny meminta bantuan Pak Kades untuk menunda penyaluran BLT kepada warga yang belum mempunyai jamban. Awalnya warga protes bahkan ada yang sempat mengancam akan lapor ke pemerintah Namun akhirnya, cara tersebut cukup ampuh untuk memaksa warga.
"Sekarang tersisa sekitar 15 rumah yang belum punya toilet sendiri."paparnya
Dinny sadar bahwa semua ini bisa terwujud atas kerja sama dengan lintas sektor. Meski kepala desa terus berganti, desa juga terus menopang kerja Dinny dengan membeli peralatan medis, seperti alat tensi dan lain sebagainya.
Inspirasi Generasi Muda
Kisah dinny, sebagai bidan desa pertama di Desa Uzuzozo merupakan kisah yang penuh inspiratif. Dedikasi dan pengorbanannya menjadi seorang bidan di daerah terpencil tanpa mengeluh tetap teguh menjalankan tugas dan tanggung jawabnya walau dengan keterbatasan sangat menyentuh hati.
Dewi Penyelamat Kesehatan Desa, begitulah julukan yang tersemat kepada Dinny sekarang, seiring meningkatnya kepercayaan masyarakat.
Perjuangan dinny selama 6 tahun lebih mengantarkannya menjadi salah satu pemenang Semangat Astra Terpadu atau SATU Indonesia Awards 2023. Dia meraih penghargaan karena upayanya berhasil memberantas stunting dan membantu ibu hamil di desa terpencil, Uzuzozo, Nusa Tenggara Timur.
Kedepannya dinny masih ingin terus berkarya dan ingin tetap melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi, agar dapat membantu lebih banyak warga Desa Uzozozo. Di sela-sela waktu senggangnya sebagai bidan, dinny bahkan masih sempat untuk mengajar anak-anak bahasa inggris.
Dinny berpesan tetaplah berbuat baik dan membantu banyak orang, walau tidak diperhitungkan oleh manusia tetapi akan tetap diperhitungkan oleh Tuhan.
“Janganlah tunggu, sampai tanya negara harus kasih apa, kita lah yang harus memberi dulu, kita yang melayani dulu, barulah kemudian kita dibalas dengan berkat yang bertubi-tubi. Tabur dulu baru kita tuai hasilnya. Mengabdi dan berkarya di desa ternyata tidak seburuk yang dibayangkan.”
Itulah kisah Dinny, Sang Dewi Penyelamat Kesehatan dari Desa Uzuzozo.
Daftar Pustaka
https://databoks.katadata.co.id/layanan-konsumen-kesehatan/statistik/66d80dc0a2822/10-provinsi-dengan-angka-stunting-tertinggi-2023-mayoritas-di-timur
https://www.youtube.com/live/-7AQ5k4GBd8?si=wS1OumU_FUgDHS2b
https://youtu.be/z7ZPgeA8ims?si=gtOjGlAyeIEb2-W7
https://www.instagram.com/reel/C3r50vaxkOG/?igsh=N240cHA4bnc5NnJq
Terharu banget dengan kisah kak dinny😢
ReplyDelete